Monday 14 November 2011

Keripik Kimpul

Bagi kebanyakan orang, umbi kimpul ( Xanthosoma Sp.) masih dipandang sebelah mata. Umbi kimpul belum banyak yang memanfaatkannya untuk dikonsumsi dan hanya dijadikan sebagai makanan untuk hewan ternak. Namun, kimpul yang awalnya dianggap tidak bernilai guna mampu menjadi produk makanan yang bernilai jual tinggi.

Namun ditangan dua orang mahasiswa UGM, Muhammad Tholabuddin, jurusan Administrasi Negara FISIPOl, dan Arini Kusumaningtyas, jurusan Teknologi Industri Pertanian, kimpul ini disulap menjadi keripik kimpul yang cukup lezat dan juga berdaya jual tinggi. Kripik Kimpul tersebut mampu menghantarkan keduanya meraih juara 1 Nasional dalam kompetisi “Shell Livewire Business Start Up Award 2009”.


Dua mahasiswa muda ini berhasil menyisihkan 300 peserta wirausahawan usia 18-32 tahun se-Jawa Bali pada kompetisi yang di gelar oleh Shell beberapa waktu lalu. Selain mereka, juga terdapat 9 orang lainnya yang dinyatakan sebagai wirausahawan muda lain. 10 orang ini terpilih sebagi finalis setelah berhasil menyingkirkan 14 orang dari hasil seleksi 300 peserta yang mendaftar.

Proses pembuatan keripik kimpul yang diberi label “Blue Taro Chip” ini bermula dari kegiatan praktikum perencanaan proyek indutri (PPI) di jurusan Teknologi Industri Pertanian (TIP) UGM. Selanjutnya dengan bermodal 25 juta rupiah dikembangkan lebih lanjut menjadi suatu unit bisnis yang prospektif.

Disampaikan, Tholabudin, pemilihan kimpul ini untuk dikembangkan menjadi suatu produk yang lebih bernilai jual antara lain untuk memanfaatkan kimpul itu sendiri yang notabene merupakan produk lokal yang tidak pernah dibudidayakan yang terbukti memiliki kandungan gizi yang tinggi. Disamping itu, juga untuk memberdayakan masyarakat setempat.

“Blue Taro Chip ini merupakan makanan ringan organik sehingga tiap orang yang mengkonsumsinya tidak perlu merasa khawatir akan adanya pestisida di dalamnya. Bahan baku kimpul merupakan tanaman sampingan di daerah lahan kering yang biasanya tidak perlu membutuhkan perawatan/ tidak terkena sentuhan pestisida sama sekali. Selain itu produk blue taro chip ini juga aman dikonsumsi bagi penderita diabetes karena kandungan gulanya yang rendah,” jelas Tholabuddin kepada wartawan, Selasa (16/6) di Fortakgama UGM.

Lebih lanjut, dikatakan mahasiswa kelahiran 25 tahun lalu ini, produknya ini terpilih menjadi juara 1 dalam kompetsisi yang digelar Shell, dikarenakan memiliki beberapa keunggulan. Antara lain, mampu menyerap tenaga kerja dan proses produksi yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Hingga saat ini Karisma Food Magelang telah menyerap sebanyak 40 tenaga kerja dalam proses pembuatan blue taro chip ini.

Blue Taro Chip ini yang digawangi kedua anak muda ini mulai diluncurkan di pasaran per Januari 2009 silam. Di bawah naungan Karisma Food Magelang ini, tiap bulannya mampu memproduksi lebih dari 1 ton dan menghasilkan omset 50 juta per bulannya dengan keuntungan bersih yang diperoleh sekitar 20 juta. Dan rencananya mulai bulan Juli depan produksi akan ditingkatkan menjadi 3 ton per bulan serta terus berusaha meperluas dan mengembangkan jaringan pemasarannya.

Diungkapkan Tholabuddin, mulai Agustus ditargetkan perbaikan dalam pengemasan. “Selama ini pengemasan masih dilakukan secara manual, jadi kedepannya kami mentargetkan menggunakan aluminium foil untuk kemasannya,” tutur mahasiswa yang berusia 25 tahun ini.

Proses pembuatnnya melalui serangkaian tahapan, diawali dengan melakukan pengupasan, selanjutnya umbi yang sudah dikupas dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan getah ataupun kotoran yang menempel sebelum diiris. Berikutnya setelah diiris, umbi di cuci lagi dan ditiriskan. Setelah itu ubi digorang dan selanjutnya ditiriskan lagi untuk kemudian disortir. Tahap akhir sebelum dilakukan pengemasan terlebih dahulu keripik ubi diberikan bumbu dengan berbagai rasa, yaitu rasa jagung manis, jagung bakar, keju, barbeque, dan original. Keseluruhan proses tersebut masih dijalankan secara manual.

“Untuk menghasilkan 1 ton produk keripik kimpul kering dibutuhkan kuranglebih 3-4 ton ubi kimpul. Dan dalam sehari kami mampu memproduksi 2 kwintal keripik tkimpul kering,” imbuh Arini.

Sementara untuk perolehan bahan baku , diakui Arini tidak ditemui kesulitan yang berarti. Bahan baku kimpul cukup mudah di peroleh di pasaran seperti dari daerah Magelang, Temanggung, dan Sawangan. Di tempat-tempat itulah produksi pembuatan blue taro chip berlangsung. Sebagai kantor pusat dan sentral produksi menempati sebuah bangunan yang berada di Jalan A. Yani Magelang.. Sementara itu juga telah dibuka kantor cabang pemasaran di Jakarta, Bandung, dan Medan.

Ditambahkan Arini, satu bungkus keripik kimpul dengan berat bersih 100 gram yang dijual seharga 5 ribu rupiah ini cukup laku keras dipasaran. Hal ini disebabkan karena belum adanya kompetitor produk sejenis yang muncul di pasar menengah-atas.

“Di Bandung produk kami cukup diterima dan laku keras di pasaran. Dalam satu bulan 1 ton blue taro chip langsung habis terjual. Target selanjutnya kami akan mulai berusaha menembus pasar di Jogja dan tentunya bisa ekspor dan menembus pasar internasional,“ papar gadis berusia 20 tahun ini.

No comments:

Post a Comment